Modul Pertama Stasiun Luar Angkasa China Segera Meluncur
Persiapan modul luar angkasa pertama China telah memasuki tahap
akhir. Wahana yang merupakan prototipe stasiun luar angkasa masa depan
itu dijadwalkan untuk mengangkasa minggu ini.
Modul
tanpa awak yang diberi nama Tiangong (Istana Surgawi) 1 tersebut semula
dijadwalkan meluncur antara tanggal 27-30 September. Namun adanya
prediksi cuaca dingin membuat jadwal peluncuran bergeser ke tanggal 29
atau 30 September.
Tiangong 1 akan diluncurkan
dari Jiuquan Satellite Launch Center di barat laut China dengan
menggunakan roket Chinese Long March 2F. Selain itu, Tiangong 1
dirancang untuk terkoneksi dengan tiga wahana angkasa lain yaitu
Shenzhou8, Shenzhou 9, dan Shenzhou 10 yang akan diluncurkan kemudian.
Apablia berhasil, manuver seluruh wahana angkasa tersebut akan menandai docking stasiun luar angkasa pertama China di orbit.
Para
ahli berpendapat, upaya tersebut merupakan langkah maju yang signifikan
bagi program luar angkasa China. Sekaligus menunjukkan kemajuan penting
dari rencana pembangunan stasiun luar angkasa seberat 60 ton pada tahun
2020.
Tiangong 1 akan membawa perlengkapan
medis maupun peralatan eksperimen pada penerbangannya. Seluruh teknisi
sudah memastikan modul tersebut berada dalam kondisi terbaik dan siap
diluncurkan. Mereka bahkan sudah melakukan simulasi peluncuran pada
Minggu sore (25/9). "Tempat peluncuran sudah sangat siap mendukung misi
Tiangong 1," kata Cui Jijun, Kepala Sistem Peluncuran dan Direktur
Jiuquan Satellite Launch Center.
NASA Rilis Peta Topografi Digital
NASA merilis peta topografi digital bumi terbaik yang pernah ada, pada Senin (17/10). Peta yang disebut dengan global digital elevation model
tersebut dibuat dengan citra yang diambil oleh Japanese Advanced
Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer (ASTER), instrumen
yang terdapat di satelit TERRA milik NASA.
Peta tersaji dalam
bentuk 3D, dibuat dengan menggabungkan sepasang gambar 2D untuk
menciptakan kedalaman. Versi pertama dari peta ini telah dirilis NASA
dan Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang pada tahun
2009.
"ASTER global digital elevation model sudah menjadi
peta topografi yang paling komplet dan konsisten di dunia. Dengan
pengembangan ini, resolusi yang dimiliki dalam banyak aspek sebanding
dengan data AS dari Shuttle Radar Topography Mission NASA dan mampu
mencakup wilayah yang lebih luas," kata Woody Turner, ilmuwan yang
terlibat program ASTER di kantor pusat NASA, Washington.
Data
ASTER mencakup 99 persen wilayah dataran Bumi, yang membentang dari 83
derajat lintang utara hingga 83 derajat lintang selatan.
Versi
peta yang telah dikembangkan berhasil menambah 260.000 pasangan gambar
stereo untuk meningkatkan cakupan wilayah. Fiturnya mencakup resolusi
spasial yang telah dikembangkan, peningkatan akurasi vertikal dan
horizontal, cakupan yang lebih realistis di wilayah perairan, serta
kemampuan mengidentifikasi danau yang diameternya hanya 1 km.
Peta ini tersedia dalam jaringan dan bisa diakses siapa pun tanpa biaya. "Data dari peta bisa
diaplikasikan secara luas, dari perencanaan pembangunan jalan raya dan
perlindungan tanah yang punya nilai lingkungan dan kultural, hingga
mencari potensi alam tertentu," kata Mike Abrams, pemimpin tim ilmuwan
ASTER di Jet Propulsion Laboratory di Pasadena.
Bangkai Satelit ROSAT Jatuh di Asia
Satelit riset yang sudah tak terpakai milik Jerman, Roentgen
Satellite (ROSAT) pada Minggu (23/10) lalu dipastikan jatuh di Teluk
Bengali, tepatnya pukul 01.50 GMT. Agensi ruang angkasa Jerman (DLR)
memastikan hal tersebut.
Sebelumnya, para pakar masih belum bisa memastikan lokasi jatuhnya
ROSAT meski sudah bisa memperkirakan waktu jatuhnya. Konfirmasi dari DLR
membawa kepastian bahwa bangkai satelit tersebut jatuh di lautan dan
bukan di kawasan berpenghuni.
Satelit sebesar mobil minivan tersebut diperkirakan terbakar
sebagian di angkasa saat menembus atmosfir pada kecepatan 450 km per
jam. Akan tetapi masih ada sekitar 30 bagian satelit yang tidak hancur
dan terjun bebas ke Bumi.
Bagian satelit yang tidak hancur tersebut merupakan observatorium
sinar-X, yang terdiri dari cermin tahan panas dan komponen lain yang
berbahan keramik, dengan berat diperkirakan mencapai 1,6 ton.
Satelit ROSAT diluncurkan Juni 1990, merupakan misi gabungan antara
Jerman, Amerika Serikat dan Inggris. Satelit observatorium seberat
2.426 Kg itu merupakan teleskop sinar-X yang mempelajari radiasi dari
bintang-bintang, nebula, lubang hitam (black holes) dan supernova.
ROSAT telah membantu ilmuwan dalam menambah pemahaman mereka akan
asal-muasal, struktur dan evolusi alam semesta. Satelit tersebut
dirancang untuk misi 18 bulan, akan tetapi mampu beroperasi melebihi
jangka waktu misinya.
Bulan lalu, bangkai satelit milik NASA, Upper Atmosphere Research
Satellite (UARS), juga jatuh ke bumi dan menghantam Samudera Pasifik
pada 24 September. UARS jauh lebih besar dari ROSAT dengan bobot seberat
6,5 ton, namun komponen yang kembali ke bumi diperkirakan berbobot
total setengah ton.
Saat ini muncul pemikiran untuk memperketat kebijakan mengenai
batasan jumlah puing satelit yang kembali ke Bumi setelah masa pakainya
berakhir. Akan tetapi kebijakan tersebut tampaknya masih akan berlaku
lama.
Stasiun-stasiun pengamatan ruang angkasa biasanya setiap hari
melihat sedikitnya ada satu serpihan sampah angkasa yang jatuh secara
tak terkendali.
Penglihatan Astronaut Terganggu Setelah Menjalankan Misi
Pengelihatan pada astronaut yang menjalani misi panjang di angkasa
ternyata mengalami masalah. Penelitian terbaru mengatakan bahwa
pengelihatan astronaut dapat menjadi kabur. Hal ini mengakibatkan
masalah baru untuk misi ke luar angkasa berikutnya, seperti perjalanan
ke asteroid dan Mars yang sudah direncanakan.
Peneliti mengambil tujuh orang astronaut yang berumur rata-rata 50 untuk dijadikan sampel. Ketujuh astronaut itu telah menjelajah angkasa untuk enam bulan atau lebih. Mereka mengeluhkan pengelihatan yang menjadi kabur saat bekerja dan tinggal di laboratorium. "Astronaut yang berumur lebih dari 40 tahun, lensa mata mereka akan kehilangan daya untuk merubah fokus," jelas ophthalmologist Thomas Mader.
Tim peneliti menemukan adanya keabnormalan pada pengelihatan astronaut, termasuk perubahan pada lapisan, cairan, dan syaraf bola mata. Peneliti berprediksi bahwa ini bisa terjadi karena adanya tekanan di dalam kepala para astronaut yang biasa disebut dengan tekanan intrakranial. "Tapi astronaut tidak pernah mengeluhkan adanya tanda-tanda tekanan intrakranial dalam diri mereka," bantah tim peneliti.
Thomas berpendapat bahwa hal ini mungkin terjadi karena adanya cairan yang berpindah ke bagian depan kepala saat astronaut mengalami antigravitasi di luar angkasa. Sampai sekarang, peneliti masih mencari astronaut yang mungkin terkena efek lebih sedikit, sehingga bisa diteliti dan merencanakan ulang perjalanan ke Mars.
Peneliti mengambil tujuh orang astronaut yang berumur rata-rata 50 untuk dijadikan sampel. Ketujuh astronaut itu telah menjelajah angkasa untuk enam bulan atau lebih. Mereka mengeluhkan pengelihatan yang menjadi kabur saat bekerja dan tinggal di laboratorium. "Astronaut yang berumur lebih dari 40 tahun, lensa mata mereka akan kehilangan daya untuk merubah fokus," jelas ophthalmologist Thomas Mader.
Tim peneliti menemukan adanya keabnormalan pada pengelihatan astronaut, termasuk perubahan pada lapisan, cairan, dan syaraf bola mata. Peneliti berprediksi bahwa ini bisa terjadi karena adanya tekanan di dalam kepala para astronaut yang biasa disebut dengan tekanan intrakranial. "Tapi astronaut tidak pernah mengeluhkan adanya tanda-tanda tekanan intrakranial dalam diri mereka," bantah tim peneliti.
Thomas berpendapat bahwa hal ini mungkin terjadi karena adanya cairan yang berpindah ke bagian depan kepala saat astronaut mengalami antigravitasi di luar angkasa. Sampai sekarang, peneliti masih mencari astronaut yang mungkin terkena efek lebih sedikit, sehingga bisa diteliti dan merencanakan ulang perjalanan ke Mars.
NASA Kehilangan Koleksi Batu dari Bulan
Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) kehilangan 500 batu dari
Bulan yang selama ini menjadi koleksi. Bukan hanya batu, tapi juga
meteorit, pecahan komet, dan benda-benda luar angkasa lain yang hilang
atau diambil orang sejak tahun 1970.
Jumlah
ini termasuk 218 sampel dari Bulan yang sempat dicuri dan dikembalikan.
Serta sekitar dua lusin batu dari Bulan dan pecahannya yang dilaporkan
juga hilang tahun lalu, demikian dilansir Agen Inspeksi Umum NASA, Kamis
(8/12).
Kehilangan ini disebabkan beberapa
faktor, di antaranya kelalaian dan kurangnya kontrol dalam kepemilikan.
Saat ini , NASA sudah meminjamkan 26 ribu sampel dari Bulan yang
dibagikan pada pihak peneliti dan beberapa museum. Namun, proses
pengembaliannya selalu terkendala kelalaian antar petugasnya.
Sebagai
contoh saat NASA meminjamkan sampel dari Bulan pada Observatorium
Astronomi Delaware. Para peneliti di Delaware mengklaim sudah
mengembalikan contoh tersebut, namun belum kembali ke tangan NASA.
Sesudah insiden ini, NASA melakukan audit pada koleksi luar angkasanya.
Di
luar kasus tersebut, ternyata diketahui pula 19 persen dari peminjaman
pada kaum peneliti juga berakhir dengan hilangnya sampel karena
kelalaian si peminjam. Sebab ada peneliti 'nakal' yang menghancurkan
sampel atau meminjamkan batu-batu tersebut.
Contoh
yang hilang atau dihancurkan termasuk 22 meteorit dan 2 meteor yang
didapat dari misi yang dilakukan dengan susah payah. Bahkan ada dua
kasus di mana si peneliti masih memiliki sembilan batu Bulan yang
didapatnya sejak 35 tahun lalu dan 10 pecahan meteor sejak 14 tahun
lalu.
Meski demikian, ini tidak membuat NASA
kapok dalam meminjamkan asetnya kepada pihak lain. Hanya saja kali ini
mereka akan memiliki rekomendasi yang lebih spesifik agar sampel yang
dipinjamkan mudah dilacak." NASA tidak menganggap harta karun nasional
ini dalam kondisi resiko tinggi," kata juru bicara NASA, Michael
Rusia Kemungkinan Mengulang Proyek Phobos-Grunt
Rusia akan kembali mengirim satelit peneliti ke salah satu bulan di
planet Mars, Phobos, jika tidak diikutsertakan dalam program ExoMars
oleh Agensi Luar Angkasa Eropa (ESA). Dalam program itu, ESA berencana
mengirimkan pesawat antariksa, ExoMars Trace Gas Orbiter, di tahun 2016.
Dua tahun berselang, ESA juga akan mengirim robot penjelajah.
"Kami tengah melakukan negosiasi dengan ESA mengenai partisipasi Rusia dalam proyek ExoMars. Jika tidak ada kesepakatan yang terjadi, kami akan mengulangnya (misi peluncuran Phobos-Grunt)," demikian ujar Vladimir Popovkin, Kepala Agensi Luar Angkasa Rusia, Roscosmos, Senin (6/2).
Sebelumnya, Rusia sempat mengirim satelit Phobos-Grunt untuk meneliti Phobos di tahun 2011. Proyek ini merupakan usaha penjelajahan planet oleh Rusia yang disebut usaha 'paling ambisius'. Satelit ini diluncurkan pada 9 November dari Baikonur Cosmodrome, Kazakhstan, dan direncanakan mendarat di Phobos pada Februari 2013.
Namun, misi ini gagal dan membuat Phobos-Grunt terkatung-katung di orbit Bumi. Meski ada upaya perbaikan, Phobos-Grunt tetap gagal mencapai tujuan utamanya. Satelit berbobot 13.200 kilogram ini akhirnya jatuh kembali ke Bumi, tepatnya ke Samudra Pasifik, pada 15 Januari 2012 lalu.
"Kami tengah melakukan negosiasi dengan ESA mengenai partisipasi Rusia dalam proyek ExoMars. Jika tidak ada kesepakatan yang terjadi, kami akan mengulangnya (misi peluncuran Phobos-Grunt)," demikian ujar Vladimir Popovkin, Kepala Agensi Luar Angkasa Rusia, Roscosmos, Senin (6/2).
Sebelumnya, Rusia sempat mengirim satelit Phobos-Grunt untuk meneliti Phobos di tahun 2011. Proyek ini merupakan usaha penjelajahan planet oleh Rusia yang disebut usaha 'paling ambisius'. Satelit ini diluncurkan pada 9 November dari Baikonur Cosmodrome, Kazakhstan, dan direncanakan mendarat di Phobos pada Februari 2013.
Namun, misi ini gagal dan membuat Phobos-Grunt terkatung-katung di orbit Bumi. Meski ada upaya perbaikan, Phobos-Grunt tetap gagal mencapai tujuan utamanya. Satelit berbobot 13.200 kilogram ini akhirnya jatuh kembali ke Bumi, tepatnya ke Samudra Pasifik, pada 15 Januari 2012 lalu.
Upaya Memecahkan Rekor Terjun Bebas dari Luar Angkasa
Felix Baumgartner, penerjun payung asal Austria, akan mencoba memecahkan
rekor dunia dengan terjun dari ketinggian 36,5 kilometer. Untuk bisa
melakukannya, Baumgartner akan menggunakan kapsul yang diterbangkan
dengan balon khusus dan membantunya terjun bebas dari luar angkasa.
Usaha ini sebelumnya sempat ia coba di tahun 2010, namun terbentur masalah hukum. Setelah tertunda dua tahun, Baumgartner akan mencoba menuntaskan ambisinya pada pertengahan tahun 2012.
Jika usaha ini berhasil, maka Baumgartner akan memecahkan empat rekor dunia. Mulai dari rekor ketinggian, jarak yang ditempuh untuk terjun bebas, dan ketinggian untuk penerbangan menggunakan balon.
Serta yang paling sensasional adalah memecahkan rekor kecepatan tertinggi karena membuatnya mengalahkan kecepatan suara tanpa menggunakan pesawat apa pun dan hanya bermodalkan tubuhnya saja."Ini adalah cita-cita terbesar yang bisa saya impikan," kata Baumgartner seperti dikutip dari Physorg, Kamis (16/2).
"Jika kita bisa membuktikan bahwa Anda bisa mengalahkan kecepatan suara dan tetap hidup, maka ini akan jadi (pengetahuan) menguntungkan untuk eksplorasi luar angkasa,"
Kecepatan suara di udara dengan suhu 20 derajat celcius mencapai 1.236 kilometres per jam. Atau sekitar satu kilometer tiap tiga detik. Untuk mengalahkan kecepatan ini, Baumgartner akan menggunakan alat bantu. Di antaranya baju khusus serupa dengan baju astronot, helm dengan suplai oksigen hingga 20 menit, dan peralatan khusus yang digunakan menangkap data sepanjang penerjunan.
Usaha ini sebelumnya sempat ia coba di tahun 2010, namun terbentur masalah hukum. Setelah tertunda dua tahun, Baumgartner akan mencoba menuntaskan ambisinya pada pertengahan tahun 2012.
Jika usaha ini berhasil, maka Baumgartner akan memecahkan empat rekor dunia. Mulai dari rekor ketinggian, jarak yang ditempuh untuk terjun bebas, dan ketinggian untuk penerbangan menggunakan balon.
Serta yang paling sensasional adalah memecahkan rekor kecepatan tertinggi karena membuatnya mengalahkan kecepatan suara tanpa menggunakan pesawat apa pun dan hanya bermodalkan tubuhnya saja."Ini adalah cita-cita terbesar yang bisa saya impikan," kata Baumgartner seperti dikutip dari Physorg, Kamis (16/2).
"Jika kita bisa membuktikan bahwa Anda bisa mengalahkan kecepatan suara dan tetap hidup, maka ini akan jadi (pengetahuan) menguntungkan untuk eksplorasi luar angkasa,"
Kecepatan suara di udara dengan suhu 20 derajat celcius mencapai 1.236 kilometres per jam. Atau sekitar satu kilometer tiap tiga detik. Untuk mengalahkan kecepatan ini, Baumgartner akan menggunakan alat bantu. Di antaranya baju khusus serupa dengan baju astronot, helm dengan suplai oksigen hingga 20 menit, dan peralatan khusus yang digunakan menangkap data sepanjang penerjunan.
Rotasi Venus Kini Makin Lambat
Perputaran planet Venus kini makin lambat. Pada dekade 90-an, para
ilmuwan menyebut satu hari Venus -waktu yang diperlukan planet Venus
untuk menyelesaikan satu putaran- setara dengan 243,018 hari di Bumi.
Kini,
misi eksplorasi Venus milik Badan Antariksa Eropa (ESA), Venus Express
menyebutkan bahwa perputaran Venus melambat dan satu hari di Venus kini
6,5 menit lebih lama.
Sementara itu para
ilmuwan belum mengetahui penyebab perlambatan tersebut. Sue Smrekar,
peneliti di Jet Propulsion Lan milik NASA di California semula menduga
ada kesalahan data. "Tapi setelah melihat kembali datanya, saya yakin
hasilnya benar. Itu berarti sesuatu telah melambatkan perputaran planet
tersebut dan kami belum tahu apa itu."
Lamanya
hari di Bumi bisa berubah dalam hitungan mili detik tergantung dari
angin, pasang-surut dan temperatur. Sue menduga alasan yang sama juga
terjadi di Venus. Kemungkinan kerena ketebalan atmosfir Venus dan angin
kecepatan tinggi yang menekan perputaran planet.
Planet
yang rotasinya berlawanan dengan arah rotasi kebanyakan planet memiliki
atmosfir padat yang lebih dari 90 kali tekanan pada permukaan laut di
Bumi.
Perubahan yang terjadi di Venus penting
diketahui untuk misi-misi di masa datang. Para ilmuwan menggunakan data
tersebut untuk merencanakan misi ke planet dan memilih tempat untuk
pendaratan. Putaran baru ini menunjukkan bahwa sejumlah hal di Venus
berada 20 kilometer lebih jauh dari perhitungan semula.
Ilmuwan Replikasi Suara di Mars dan Venus
Para astronot yang pernah menjelajahi luar angkasa biasanya hanya
fokus dengan data yang diambil dengan kamera, radar, dan hanya beberapa
yang membawa mikropon. Akan tetapi belum ada yang berhasil mendengar
suara-suara di dunia lain tersebut.
Tim ilmuwan dari Southampton University mencoba mereplikasi
suara-suara alami di planet luar mulai dari suara petir di Venus,
hembusan angin di Mars dan gunung es di Titan, bulan terbesar milik
Saturnus.
Mereka juga membuat model dari efek-efek atmosfir yang berbeda-beda,
tekanan dan suhu pada suara manusia di Mars, Venus dan Titan.
Profesor Tim Leighton dari Institute for Sound and Vibration
Research, Southampton University mengungkapkan keyakinannya pada
perhitungan yang mereka lakukan.
"Kami menerapkan perhitungan fisika dengan sangat ketat terhadap
atmosfir, tekanan dan dinamika cairan. Di Venus nada suara kita
terdengar lebih dalam. Itu karena kepadatan atmosfir di planet tersebut
menyebabkan pita suara kita bergetar lebih lambat," kata Leighton.
"Akan tetapi kecepatan suara di atmosfir di Venus jauh lebih cepat
dibanding di Bumi, sehingga mempengaruhi otak dalam menginterpretasikan
ukuran asal suara (kira-kira seperti cara pikir nenek moyang kita yang
menebak ukuran binatang dari suaranya, apakah cukup kecil sehingga aman
untuk dimakan atau terlalu besar dan berbahaya)."
Menurut Leighton, saat kita mendengar suara di Venus kita akan
mengira bahwa asal suara berukuran kecil, tapi dengan suara bas yang
dalam. "Di Venus, suara manusia terdengar seperti bas Smurfs," ujarnya.
Profesor Leighton yang dalam sepuluh tahun belakangan sudah berkutat
dengan suara-suara luar angkasa dan pernah membuat tiruan suara air
terjun metana di luar angkasa, mengungkap bahwa dirinya sangat tertarik
dengan suara-suara di luar angkasa.
"Jika astronot tinggal di Mars selama beberapa bulan, lalu mereka
memutar instrumen musik, atau bahkan menciptakannya di sana, kira-kira
seperti apa ya suaranya?"
"Sebagai ilmuwan, saya memperhitungkan hal paling menarik untuk
dikerjakan adalah sesuatu yang sama sekali baru, sesuatu yang belum
pernah dibuat sebelumnya," papar Leighton.
Suara-suara luar angkasa tersebut akan disertakan di
pertunjukan Flight Through The Universe pada perayaan Paskah di Astrium
Planetarium di INTECH dekat Winchester, Hampshire, Inggris.
HIP 11952, Planetnya Para Alien
Para astronom berhasil menemukan sistem planet yang telah lahir
sekitar 13 juta tahun yang lalu. Dalam sistem planet tersebut terdapat
bintang yang dinamakan HIP 11952 dan dua planet besar seukuran Jupiter
yang diasumsikan merupakan planet para alien. Jaraknya dari bumi sekitar
375 juta tahun cahaya dan arahnya di garis lintas Cetus.
Menurut MSN.com,bila diambil dari rentetan usia teori Bing Bang
atau teori penciptaan alam semesta dari ledakan besar, usia dari planet
dan bintang tersebut sekitar 12.8 juta tahun dan 900 juta tahun lebih
muda dari usia alam semesta. Johny Setiawan, peneliti asal Indonesia
dari Max Planck Institute for Astronomy di Heidelberg, Jerman,
mengatakan, planet dan bintang tersebut adalah salah satu penemuan
bersejarah yang terbaru untuk saat ini.
Setiawan juga menamakan planet alien tersebut dengan nama HIP 11952b
dan HIP 11952c. Menurutnya, planet-planet tersebut telah mulai beranjak
dewasa ketika tata surya kita baru saja terbentuk. Dalam HIP 11952,
hanya terdapat beberapa unsur hidrogen dan helium. Para astronom
menyebutnya 'bintang miskin' karena tidak ditemukan apapun selain
hidrogen dan helium. Namun, para astronom masih belum bisa menentukan
bentuk dari bintang tersebut.
Pada tahun 2010 lalu, para astronom juga pernah menemukan hal
sejenis. Mereka telah berhasil mengeksplorasi eksoplanet dari galaksi
lain yang diberi kode nama HIP 13044. Eksoplanet ini merupakan bintang
yang 'lari' dari hisapan galaksi bima sakti jutaan tahun lalu. Peneliti
juga mengemukakan bahwa HIP 13044 dan HIP 11952 memiliki kemiripan dari
segi unsur yang terkandung di dalamnya.
Karena banyak yang mengatakan bahwa HIP 11952 adalah planetnya para
alien, maka banyak peneliti yang mencoba menggali dan mengeksplorasi
lebih dalam mengenai HIP 11952 tersebut. Apabila memang terbukti HIP
11952 adalah ekosistem para alien, maka teori alam semesta bukan hanya
diciptakan untuk manusia saja akan terbukti.
Aliran Lahar di Mars Bentuk Ilusi Gajah
Foto Badan Antariksa Amerika Serikat atau NASA beberapa hari yang
lalu menangkap pemandangan unik di permukaan Mars, persisnya di area
Elysium Planitia yang merupakan kawasan termuda di planet tersebut yang
sering mengalami banjir lahar.
Gambar penampakan itu terekam dengan alat High Resolution Imaging
Science Experiment (HiRISE), yang terpasang pada Mars Reconnaissance
Orbiter milik NASA.
"Ini contoh klasik untuk fenomena psikologis pareidolia,
yaitu ketika kita melihat seumpama ada hal-hal (seperti binatang) yang
tidak benar-benar ada," ujar ahli geologi planet asal University of
Arizona, Alfred McEwen. Ia mencontohkan, misalnya untuk faktor yang sama
orang acapkali melihat awan berbentuk binatang.
Para ilmuwan tidak dapat memastikan, apakah aliran lahar di Mars itu
diendapkan secara cepat atau dalam waktu yang relatif lama sebagaimana
halnya di Bumi. Di Bumi, banjir lahar dapat diendapkan di tempat yang
sama selama tahunan hingga puluhan tahun.
"Ini menjadi bukti bahwa mungkin benar banyak pula aliran banjir lahar di Mars," papar McEwen.
Mars Reconnaissance Orbiter telah mengelilingi Planet Merah sejak
2006, setelah diluncurkan tahun 2005. Saat ini Mars Reconnaissance
Orbiter sedang dalam fase perpanjangan misi.
Pihak ofisial NASA menyatakan, Mars Reconnaissance Orbiter telah
mengirimkan lebih banyak data ke Bumi dari semua misi antarplanet
lainnya yang digabungkan.
Superwind, Penyebab Matinya Bintang
Astronom di The University of Manchester telah menemukan teori dari superwind yang menyebabkan bintang mati. Dengan menggunakan Very Large Telescope (VLT) di Chile, penelitian yang dipimpin oleh Barnaby Norris dari University of Sydney dapat melihat ke dalam atmosfer bintang yang tengah sekarat.
Bintang seperti Matahari mengakhiri hidup mereka dengan superwind
yang berkekuatan 100 juta kali dibandingkan dengan angin Matahari.
Angin ini terjadi selama 10.000 tahun dan memusnahkan setengah dari
total massa sebuah bintang. Setelah 10.000 tahun, superwind akan meninggalkan bintang yang sekarat tersebut.
Penyebab terjadinya superwind ini masihlah misteri, namun
peneliti sekarang menyebutkan bahwa peristiwa ini tercipta karena debu
yang terbentuk di atmosfer bintang. Cahaya bintang mendorong debu untuk
menjauh dan akhirnya keluar dari atmosfer. Akan tetapi, teori ini
dipentalkan oleh mekanisme yang bertolak belakang.
Mekanisme sebelumnya menyebutkan bahwa debu tidak akan keluar dari
bintang, namun menguap di atmosfer VLT telah menunjukkan hasil yang
berbeda. Ternyata, debu yang ada di bintang memiliki karakter seperti
cermin yang merefleksikan cahaya, bukan menyerapnya. Hal inilah yang
membuat debu-debu tersebut terdorong keluar bintang dan menyebabkan superwind.
Terbuangnya debu ke luar atmosfer memberikan efek seperti badai pasir. Profesor Albert Zijlstra dari University of Manchester mengatakan bahwa inilah pertama kalinya kami mengerti bagaimana superwind terbentuk. "Debu dan pasir dari superwind akan selamat dan membentuk bintang yang baru," jelasnya.
Galaksi Terjauh Ditemukan
Astronom dari Jepang mengklaim telah menemukan galaksi terjauh dari
Bumi dengan jarak 12,72 miliar tahun cahaya. Menggunakan teleskop yang
terletak di Hawaii, peneliti mengintip kembali dari titik awal
terjadinya Big Bang miliaran tahun lalu.
“Hal ini menunjukkan bahwa galaksi telah ada pada tahap awal alam
semesta, yaitu sejak 1 hingga 13,7 miliar tahun yang lalu,” ungkap tim
Astronom.
Sebelumnya, peneliti dari NASA telah mengumumkan penemuan galaksi
yang jaraknya 13,1 miliar tahun cahaya. Akan tetapi, menurut peneliti
dari Jepang, hal ini belum dikonfirmasi kebenarannya.
Dengan menggunakan Teleskop Subaru yang terletak di Hawaii, peneliti dari Graduate University of Advanced Studies dan National Astronomical Observatory menemukan cluster galaksi yang diharapkan mampu menjadi petunjuk.
“Kami mengharapkan penemuan ini dapat memberikan petunjuk tentang
struktur alam semesta dan bagaimana galaksi berkembang,” jelas peneliti.
Jika penemuan oleh astronom ini benar adanya, maka ini akan menggeser
galaksi XMMXCS J2215.9-1738 yang selama ini masih menjadi galaksi yang
terjauh dari Bumi.
Objek Misterius 'Lubangi' Cincin Luar Saturnus
Hasil terakhir dari wahana antariksa Cassini milik NASA menangkap
suatu objek misterius di cincin bagian terluar Planet Saturnus. Objek
yang berukuran hampir satu kilometer itu terlihat bergerak masuk ke
dalam, seakan-akan melubangi cincin Saturnus. Meninggalkan ekor yang
bercahaya di belakangnya.
Carl Murray dari Queen Mary University of London-Inggris, salah
seorang tim pengamat citra Cassini menjelaskan, objek misterius itu
sebenarnya bola es ditangkap di cincin F Planet Saturnus. Cincin F
merupakan bagian terluar dari cincin Saturnus yang berjarak 3000 km dari
cincin A. Cincin F ini memiliki keliling sekitar 900.000 km.
Menurut para ilmuwan perbintangan, terbentuknya bola salju tak lepas
dari peranan Prometheus, bulan Saturnus yang selebar 40 km. Gravitasi
Prometheus mengakibatkan pembentukan gumpalan es. Diasumsikan pula
pasang surut pengaruh gravitasi telah membuat gumpalan es bisa pecah.
Diketahui bahwa objek sangat besar seperti Prometheus, selain mampu
memproduksi pola reguler, juga mampu memproduksi konsentrasi material di
cincin Saturnus. Tapi mereka hanya tahu sampai sebatas pembentukan
bola salju ini, tidak apa yang terjadi setelahnya kemudian. Meski
demikian, ada indikasi bahwa beberapa bola dapat bertahan, berkembang,
lalu menyimpang dari orbit mereka sendiri, dan menabrak cincin F
Saturnus.
Murray juga menerangkan, bola raksasa ini menumbuk cincin F dengan
kecepatan amat rendah, yaitu sekitar 2 meter/detik. Sementara itu, bola
raksasa juga menghasilkan ekor bercahaya disebut jet yang panjangnya mencapai 40-180 kilometer.
Penemuan ini agak bersifat kebetulan karena pada awalnya Murray
sedang mengamati Prometheus ketika melihat ekor bercahaya yang tak
mungkin berasal dari Prometheus itu sendiri. Saat membuka kembali arsip
20.000 citra, peneliti menemukan 500 citra serupa.
Studi cincin Saturnus dapat dipakai sebagai model untuk mempelajari
pembentukan tata surya 4,5 miliar tahun lalu. Murray berkata, "Kami tak
sabar menunggu apa lagi yang akan ditunjukkan Cassini di cincin
Saturnus." Cassini mulai memasuki orbit Saturnus pada tahun 2004.
Direncanakan operasi misi Cassini berakhir di tahun 2017.
Ada satu planet lain dalam sistem tata surya?
Sistem tata surya kita diduga memiliki satu planet gas lagi. Hal ini diungkapkan oleh David Nesvorny dari Colorado Southwest Research Institute.
Teleskop yang Mampu Deteksi Kehidupan di Luar Angkasa
European Extremely Large Telescope (EELT) yang rencananya dibuat pada akhir tahun ini, akan mencari tanda-tanda kehidupan selain Bumi di luar angkasa. EELT dapat melihat planet, galaksi yang sebelumnya tak terlihat. EELT dapat mempelajari atmosfer dari tiap planet yang ditemukan dan mengidentifikasinya.
Badai Monster di Utara Saturnus
Pada pertengahan September 2004, pesawat luar angkasa NASA, Cassini, mencatat badai di daerah belahan bumi utara ketika mengorbit Planet Saturnus. Badai itu tak terlalu besar, dan disebut "Dragon Storm".
Awan Pada Proses Pembentukan Planet
Untuk pertama kalinya, astronom menemukan awan yang terbentuk dari uap air di sekitar tata surya yang berkembang. Diperkirakan air itu cukup dingin untuk membentuk komet yang kemudian akan menghantarkan air ke planet tersebut.
Bangkai Satelit ROSAT Jatuh di Asia
Satelit riset yang sudah tak terpakai milik Jerman, Roentgen Satellite (ROSAT) pada Minggu (23/10) lalu dipastikan jatuh di Teluk Bengali, tepatnya pukul 01.50 GMT. Agensi ruang angkasa Jerman (DLR) memastikan hal tersebut.
NASA Memecah Misteri Supernova Berusia 2.000 Tahun
Teleskop NASA Spitzer dan Wide-field Infrared Survey Explorer atau Wise berhasil memecah misteri supernova berusia 2.000 tahun. Supernova ini bernama RCW 86 dan berlokasi 8.000 tahun cahaya dari bumi.
Memprediksi Kapan Saatnya Bintang Mati
Pengamatan selama tiga tahun terhadap sebuah galaksi bernama Whirlpool berujung pada penemuan mengejutkan. Bahwa sebuah bintang bisa diprediksi kapan akan menemui 'ajalnya'.
Hal ini ditemukan oleh sekelompok ilmuwan setelah mengobservasi salah satu bintang yang mengeluarkan cahaya berkelap-kelip sebelum akhirnya mengeluarkan ledakan super (supernova).
NASA Temukan Jejak Mineral di Mars
Ekspedisi Mars NASA lewat robot Mars Exploration Rover Opportunity menunjukkan bukti adanya deposit mineral. Penemuan baru ini dipresentasikan di konferensi American Geophysical Union, di San Fransisco.
Bertambah Lagi, Planet yang Dapat Dihuni Manusia
Kepler-22b, suatu planet baru yang ditemukan berdasarkan pengamatan dari observatorium antariksa NASA. Planet yang mengorbit dalam jarak 600 tahun cahaya ini disimpulkan bisa dihuni manusia.
Planer ini dianggap memiliki beberapa kemiripan dengan planet Bumi. Ini dijelaskan NASA pada konferensi pers, Senin (5/12) kemarin.
Peneliti: Bumi Punya Dua Bulan
Bumi ternyata memiliki lebih dari satu satelit. Jika selama ini satu-satunya satelit Bumi yang dikenal hanyalah Bulan, peneliti dari Cornell University menyebut jika ada satu satelit lagi yang disebut 2006 RH120.
Ditemukan, 11 Sistem Tata Surya Baru
Teleskop pemburu planet milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), Kepler, berhasil menemukan 11 sistem tata surya baru yang menjadi 'rumah' bagi 26 planet. Salah satu dari tata surya ini memiliki lima planet yang mengorbit sangat dekat dengan bintang induknya, lebih dekat dibanding jarak planet Merkurius dengan Matahari di tata surya kita.
4 Miliar Tahun Lalu, Mars Merupakan Planet Air
Sejumlah bukti penelitian menunjukkan kalau dahulu, tepatnya 4 miliar tahun lalu, Planet Mars merupakan planet air.
Bukti seperti kandungan mineral dalam tanah liat yang menandakan lingkungan yang basah atau lembab, telah didapati pada ribuan lokasi di dataran tinggi Mars bagian selatan, sejak bertahun-tahun lalu.
Badai Matahari Dahsyat Melanda Bumi
Bumi kita dilanda badai Matahari terbesar dalam tujuh tahun terakhir. Satelit NASA untuk memonitor matahari, SOHO dan STEREO, telah mendeteksi awal terpaan badai tersebut pada malam hari, Minggu (22/1) lalu.
Ada Miniatur Tata Surya
Pada 11 Januari 2012, para astronom mengumumkan temuan akan sebuah miniatur tata surya atau sistem planet yang terdiri atas tiga planet.
Meneliti Hujan di Bulan Milik Saturnus
Titan, bulan milik Planet Saturnus, diperkirakan mendapat curah hujan. Wilayah yang terindikasi mendapat guyuran hujan diperkirakan di sekitar kutub, setiap 10-100 jam dalam hitungan tahun Titan atau setara dengan 30 tahun waktu di Bumi.
Hujan di Titan mungkin terdengar aneh. Namun, para peneliti sudah melakukan pengamatan siklus zat cair di Titan yang memiliki danau, sungai, dan awan. Kesimpulannya, pasti ada hujan yang membuat siklus ini berjalan.
Tapi dengan suhu mencapai -179 derajat Celcius, zat cair di Titan bukan berupa air, melainkan metana. Dengan demikian, Titan memiliki sungai metana, danau metana, dan hujan metana.
Sama seperti wilayah di Bumi, tidak semua wilayah Titan mendapat curah hujan. Menurut data yang dikumpulkan misi Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), Cassini, terdapat dua wilayah yang tiba-tiba menggelap dan mengindikasikan turun hujan. Sedangkan wilayah lainnya malah tidak diguyur hujan selama 1.000 tahun terakhir.
Salah satu peneliti dari John Hopkins Applied Physics Laboratory (JHUALP), Dr Ralph Lorenz, meminta agar ada misi baru untuk meneliti wilayah itu lebih lanjut. Sebagai perwujudannya, Dr Lorenz dan timnya sudah menyiapkan misi yang siap ditawarkan pada NASA, Titan Mare Explorer (TiME).
Jika misi ini terpilih, TiME bisa masuk ke atmosfer tipis Titan dan mendarat di salah satu danaunya, Ligeia Mara. Misi ini diperkirakan bisa mendeteksi hujan badai dalam lingkup 1.200 kilometer persegi. "Kami memperkirakan ada peluang 50 persen (alat) pendarat akan diguyur hujan dalam misi selama 2.500 jam," kata Dr Lorenz.
Ahli Astrofisika Indonesia Temukan Planet Tertua
Bintang induknya bernama HIP 11952. Sistem HIP 11952 merupakan sistem tata surya yang diketahui oleh para astronom sebagai tata surya generasi pertama. HIP 11952 juga menyandang julukan "Sannatana", kata dalam bahasa Sanskerta yang berarti abadi atau purba.
Planet Jenis Baru Punya Air Melimpah
Tahun 2009, astronom menemukan planet GJ 1214b. Planet itu berjarak 40 tahun cahaya (1 tahun cahaya setara dengan 9,5 triliun kilometer) dari Bumi serta memiliki diameter 2,7 kali Bumi dan massa 7 kali Bumi
Saat penemuan, ilmuwan mencatat bahwa GJ1214b adalah eksoplanet atau planet di luar tata surya kita pertama yang punya atmosfer. Lewat penelitian lanjut pada tahun 2010, astronom akhirnya juga mengetahui bahwa GJ1214b punya air.
Kini, misteri dunia baru ini semakin terkuak. Dengan menggunakan Wide Field Camera 3 Teleskop Antariksa Hubble, astronom menemukan bahwa GJ1214b ialah planet jenis baru.
"GJ1214b tidak seperti planet yang kita tahu. Sejumlah besar fraksi yang menyusunnya terdiri dari air," kata Zachary Berta dari Harvard Smithsonian Center for Astrophysics seperti dikutip situs Discovery, Selasa (21/2/2012).
GJ 1214b memiliki atmosfer yang kaya uap air. Hal ini diketahui berdasarkan analisis data teleskop Hubble, di mana spektrum GJ 1214b tampak dalam spektrum warna yang lebih luas.
Meskipun GJ 1214b kaya akan air, karakter eksoplanet ini berbeda dengan Bumi. Analisis massa jenis membuktikan, GJ 1214b punya air yang lebih banyak dan batuan yang lebih sedikit dari Bumi.
Massa jenis air adalah 1 g/cm3 dan massa jenis Bumi adalah 5,5 g/cm3. Dengan massa jenis 2 g/cm3, maka pasti GJ 1214b mayoritas tersusun oleh air. Diketahui, GJ 1214b mengorbit bintangnya setiap 38 jam pada jarak 2 juta kilometer. Astronom memprediksi, suhu planet ini adalah 239 derajat celsius.
"Temperatur dan tekanan yang tinggi akan membentuk material eksostis seperti 'es panas' atau 'air super cair', substansi yang tak dikenal dalam dunia kita," jelas Berta.
Berta berpendapat bahwa pada awalnya GJ 1214b terbentuk di wilayah jauh dari bintang induknya, di mana air dalam bentuk es begitu melimpah. GJ 1214b kemudian bermigrasi mendekati bintangnya sampai melewati zona layak huni di tata surya tersebut. Sampai saat ini, belum diketahui berapa lama proses tersebut berlangsung.
Berta berpendapat bahwa pada awalnya GJ 1214b terbentuk di wilayah jauh dari bintang induknya, di mana air dalam bentuk es begitu melimpah. GJ 1214b kemudian bermigrasi mendekati bintangnya sampai melewati zona layak huni di tata surya tersebut. Sampai saat ini, belum diketahui berapa lama proses tersebut berlangsung.
Komet Angsa Bakal Menabrak Matahari
Setelah komet Lovejoy berhasil lolos dari maut dalam jalur menuju Matahari tahun lalu, kini ada komet baru yang sedang berjalan di jalur menabrak Matahari.
Komet Angsa atau Swan, demikian nama komet tersebut, berdasarkan pengamatan wahana Solar and Heliospheric Observatory (SOHO) milik NASA, mendekati Matahari antara 13-15 Maret 2012 waktu Indonesia.
Swan baru saja ditemukan dengan wahana yang sama pada 8 Maret 2012. Nama Swan diambil dari instrumen dalam wahana SOHO, Solar Wind Anisotropies.
Swan, seperti halnya Lovejoy, tergolong komet Kreutz Sungrazer. Orbit komet ini memang membawanya menuju Matahari dan dipercaya berasal dari komet raksasa yang pecah beberapa abad lalu. Nama Kreutz sendiri diambil dari astronom Jerman, Heinrich Kreutz.
Lain dengan Lovejoy yang bernasib baik sehingga selamat setelah menabrak Matahari, Swan diperkirakan akan mati begitu mendekati Matahari.
"Pendapat resmi saya, selamatnya komet ini takkan terjadi," ungkap Karl Battams, peneliti Matahari di US Naval Research Center di Washington, seperti dikutip Space, Rabu (14/3/2012).
Saat menuju Matahari, komet ini takkan terlihat secerlang Lovejoy. Meski demikian, komet ini tetap menarik.
"Saya kira ini akan menjadi komet grup Jreutz kedua yang paling terang sejak tahun 1970-an," kata Battams.
Galaksi Mengubah "Sampah" Menjadi Bintang
Upaya mengubah sampah menjadi barang yang berguna tak cuma dilakukan manusia, tetapi juga galaksi-galaksi di semesta, termasuk Bimasakti.
Demikian kesimpulan Kate Rubin dari Max Planck Institute for Astronomy di Heidelberg, Jerman setelah mengamati 100 galaksi pada jarak 5-8 miliar tahun cahaya dengan Teleskop Keck I di Hawaii.
Hasil pengamatannya menunjukkan bahwa ada 6 galaksi yang menarik kembali gas di ruang angkasa. Material gas yang ditarik semula berasal dari ledakan supernova maupun radiasi bintang.
"Sampah" galaksi yang ditarik kembali tersebut akan diubah menjadi bintang yang sama sekali baru.
Rubin memperkirakan, Bimasakti mengubah material setara dengan massa Matahari untuk menciptakan bintang baru tiap tahun.
Namun, Bimasakti tak punya bahan baku cukup untuk melakukannya selama miliaran tahun sehingga melakukan daur ulang.
Menurut Rubin, jumlah galaksi yang melakukannya sebenarnya lebih banyak. Hanya saja, kesulitan observasi membuat astronom juga sulit memastikannya.
Ia mengatakan, temuan ini bisa menjadi dukungan pada teori daur ulang galaksi.
"Ini kepingan puzzle dan bukti penting bahwa daur ulang kosmos bisa memecahkan misteri bahan baku yang hilang," kata Rubin seperti dikutip Space, Rabu (14/3/2012).
Molekul Kehidupan Bisa Terbentuk Sebelum Planet
Astronom berpandangan bahwa planet terbentuk ketika debu yang ada di piringan protoplanet (terdiri atas gas dan debu) membentuk bongkahan batu dan secara bertahap membangun bola lebih besar hingga menjadi planet.
Bumi dan planet lain di Tata Surya terbentuk dengan proses yang sama. Diperkirakan, waktu terbentuknya Bumi dan planet lain ialah 4,5 miliar tahun yang lalu.
Sebelumnya, astronom berpikir bahwa molekul kehidupan terbentuk setelah ada planet. Namun, pemodelan terbaru menunjukkan bahwa molekul kehidupan bisa saja terbentuk sebelum ada planet.
Geologi Fred Ciesla dari University of Chicago dan Scott Sandford dari Ames Research Center NASA di California adalah ilmuwan yang melakukan pemodelan komputer tersebut.
Berdasarkan pemodelan, keduanya mengatakan bahwa debu di piringan protoplanet bisa terpapar oleh sinar ultraviolet sehingga membentuk senyawa organik.
Senyawa organik adalah senyawa yang terdapat pada makhluk hidup. Senyawa ini meliputi asam amino, protein, karbohidrat, basa nukleus dan juga asam nukleat (DNA) dan asam ribonukleat (RNA).
Sebelumnya, Sandford mnelakukan eksperimen dengan melakukan pemaparan UV ke butir debu yang tertutupi es. Ia menemukan, UV bisa memutus ikatan pada material dan memungkinkan pembentukan molekul kompleks.
Permasalahan saat itu, Sandford tak yakin mekanisme yang sama bisa bekerja pada debu di piringan protoplanet sehingga memungkinkan pembentukan molekul organik.
Pemodelan yang dilakukan membuktikan bahwa mekanisme itu bisa terjadi. Piringan protoplanet cukup dinamis sehingga debu bisa terbawa ke tepian piringan dan terpapar UV dari bintang.
"Hasil ini mengagumkan karena begitu natural. Kami tak harus membuat kondisi spesial dalam pemodelan kami. Kami menemukan semua yang kami harapkan bekerja dengan sempurna," ungkap Ciesla seperti dikutip Space, Kamis (29/3/2012).
Menurut Ciesla, dinamika dan proses itu tak cuma terjadi di Tata Surya, tetapi juga sistem keplanetan yang lain secara umum.
Meski demikian, hasil pemodelan belum mampu menjawab bagaimana senyawa organbik bisa sampai ke Bumi. Pandangan terbaru mengatakan bahwa senyawa organik dibawa oleh asteroid.
"Galaksi UFO" di Rasi Lynx
Teleskop antariksa Hubble berhasil menangkap citra galaksi spiral NGC 2683. Bentuk galaksi tersebut menyerupai pesawat alien yang kerap digambarkan dalam film fiksi ilmiah sehingga astronom di Astronaut Memorial Planetarium and Observatory menjulukinya "Galaksi UFO".
Citra yang ditangkap Hubble menunjukkan rupa galaksi jika dilihat dari samping. Sudut pandang ini memberi kesempatan bagi astronom untuk melihat detail debu di tepian dan siluet warna keemasan di tengah galaksi.
Citra ini dirilis NASA, Jumat (30/3/2012) lalu. Dalam citra galaksi ini, astronom juga bisa melihat bahwa NGC 2683 ini kaya akan bintang muda dan panas yang ditunjukkan dengan warna biru.
NGC 2683 ditemukan pada 5 Februari 1788 oleh astronom ternama, William Herschel. Galaksi ini mendiami rasi Lynx, rasi yang terlihat begitu redup sehingga membutuhkan mata sensitif untuk mengobservasi benda langit yang ada di areanya.
Instrumen Advanced Camera for Surveys yang ada pada teleskop antariksa Hubble menangkap citra galaksi ini dalam gelombang sinar tampak dan inframerah.
Astronom Temukan Supernova Baru
Supernova baru ditemukan di galaksi Meisser 95 (M95), jenis galaksi apiral yang terletak di konstelasi Leo.
Astronom yang bekerja di observatorium Crni Vrh, Slovenia, J Skvarc, adalah yang pertama mendeteksi supernova tersebut pada Sabtu (18/3/2012) lalu.
Awalnya, Skvarc melihat supernova tersebut sebagai bintik cahaya. Setelah membandingkan dengan tujuh arsip citra M95, Skvarc yakin bahwa bintik itu adalah supernova.
Skvarc melaporkan temuannya ke Central Bureau of Astronomical Telegram (CBAT). Selasa (21/3/2012) lalu, International Astronomy Union meresmikan temuan Skvarc sebagai supernova, dinamai SN 2012aw.
SN 2012aw unik karena jaraknya. Dengan jarak ke galaksi M95 yang hanya 37 juta tahun cahaya dari Bumi, supernova ini merupakan yang terdekat yang pernah diobservasi.
Supernova adalah ledakan bintang yang memancarkan energi. Peristiwa supernova menandai akhir kehidupan suatu bintang.
Kebanyakan supernova, karena terjadi di tempat sangat jauh, baru bisa dilihat saat terang maksimum. Namun, karena terjadi di jarak relatif dekat, SN 2012aw bisa memberi gambaran bagaimana supernova terjadi.
Ulisse Munari dari National Institute of Astrophysics di Italia, seperti dikutip National Geographic, Jumat (23/3/2012), mengatakan, "Astronom bisa menggunakan ini untuk menginvestigasi bagaimana awal ledakan terjadi di dalam struktur bintang."
Ditemukan, Dua 'Black Hole' Terbesar Sepanjang Sejarah
Sekelompok ahli astronomi dari beberapa Universitas di Amerika Serikat berhasil menemukan lubang hitam (black hole) terbesar sepanjang sejarah. Bukan hanya satu, tapi dua black hole. Masing-masing memiliki massa raksasa yang setara dengan 10 miliar matahari.
Sebelumnya, black hole terbesar yang pernah ditemukan dan bertahan hingga tiga dekade 'cuma' memiliki massa enam miliar matahari. Dua raksasa ini berjarak cukup jauh dari bumi. Yakni terletak di antara dua galaksi yang jaraknya 300 juta tahun cahaya.
Jarak jauh ini menguntungkan bagi kita warga bumi karena jika kita berada di dekatnya maka kita akan terhisap. Dari penemuan para ahli itu, dua black hole ini bisa menelan apa pun hingga yang lima kali lebih besar dari sistem tata surya kita. Black hole sendiri merupakan area di luar angkasa yang memiliki massa sedemikian besar sehingga tidak ada objek yang selamat dari gaya gravitasinya.
Dikatakan oleh James Graham, Direktur Universitas Toronto dari Institut Astronomi dan Astrofisika, jika penemuan ini lebih dari sekedar rekor baru di Guinness World Records. "Tapi (penemuan) ini juga menempatkan cerita yang lebih besar, bukan hanya soal galaksi kita tapi galaksi di seluruh jagad raya dan di seluruh waktu kosmik," demikian ujar Graham yang juga salah satu pendiri tim di balik penemuan ini, Senin (5/12).
Penemuan ini awalnya dipelopori para peneliti dari University of California. Tujuan awalnya hanya ingin mengumpulkan sejarah formasi galaksi dengan melihat hubungan antara galaksi dengan black hole.
Para ahli astronomi ini mengukur kekuatan gravitasi tiap black hole menggunakan teleksop. Makin kuat gravitasinya, makin besar black hole tersebut. "Ini sangat luar biasa. Mereka (2 black hole) bahkan lebih besar dari yang kami harapkan," kata Graham lagi. (Sumber: Toronto News)
Sebelumnya, black hole terbesar yang pernah ditemukan dan bertahan hingga tiga dekade 'cuma' memiliki massa enam miliar matahari. Dua raksasa ini berjarak cukup jauh dari bumi. Yakni terletak di antara dua galaksi yang jaraknya 300 juta tahun cahaya.
Jarak jauh ini menguntungkan bagi kita warga bumi karena jika kita berada di dekatnya maka kita akan terhisap. Dari penemuan para ahli itu, dua black hole ini bisa menelan apa pun hingga yang lima kali lebih besar dari sistem tata surya kita. Black hole sendiri merupakan area di luar angkasa yang memiliki massa sedemikian besar sehingga tidak ada objek yang selamat dari gaya gravitasinya.
Dikatakan oleh James Graham, Direktur Universitas Toronto dari Institut Astronomi dan Astrofisika, jika penemuan ini lebih dari sekedar rekor baru di Guinness World Records. "Tapi (penemuan) ini juga menempatkan cerita yang lebih besar, bukan hanya soal galaksi kita tapi galaksi di seluruh jagad raya dan di seluruh waktu kosmik," demikian ujar Graham yang juga salah satu pendiri tim di balik penemuan ini, Senin (5/12).
Penemuan ini awalnya dipelopori para peneliti dari University of California. Tujuan awalnya hanya ingin mengumpulkan sejarah formasi galaksi dengan melihat hubungan antara galaksi dengan black hole.
Para ahli astronomi ini mengukur kekuatan gravitasi tiap black hole menggunakan teleksop. Makin kuat gravitasinya, makin besar black hole tersebut. "Ini sangat luar biasa. Mereka (2 black hole) bahkan lebih besar dari yang kami harapkan," kata Graham lagi. (Sumber: Toronto News)
Temuan Baru Menantang Teori Pembentukan Bulan
Astronom telah lama mempercayai bahwa Bulan terbentuk ketika benda angkasa sebesar Mars menghantam Bumi 4,5 miliar tahun yang lalu.
"Menurut model yang berlaku tersebut, kira-kira setengah material yang membentuk Bulan berasal dari benda sebesar Mars yang menumbuk," kata Junjun Zhang, pakar geokimia isotop dari University of Chicago.
Namun, berdasarkan temuan terbaru Zhang yang dilakukan dengan menganalisis isotop titanium, material pembentuk Bulan, hanya didominasi oleh material yang ada di Bumi.
"Bulan memiliki komposisi titanium yang identik dengan Bumi," kata Zhang seperti dikutip New York Times, Senin (2/4/2012).
Untuk mendapatkan hasil tersebut, Zhang dan rekannya menganalisis sampel batuan Bulan yang diambil dalam misi Apollo pada tahun 1960-an dan 1970-an. Peneliti membandingkan sampel rasio isotop titanium di batuan Bulan dan Bumi.
Studi juga menemukan bahwa meteorit memiliki rentang isotop titanium yang lebih luas.
"Hal itu menunjukkan pada kita bahwa benda angkasa yang menghantam Bumi sepertinya tidak memiliki komposisi yang sama dengan Bumi," ungkap Zhang.
"Dengan demikian, model tumbukan besar yang berlaku sekarang mungkin perlu dikaji ulang," tambah Zhang.
Studi Zhang yang dipublikasikan di jurnal Nature Geoscience pada 25 Maret 2012 lalu memang belum bisa menguraikan sejarah pembentukan Bulan dengan pasti. Walau demikian, kata Zhang, studi menunjukkan bahwa homogenitas isotop titanium berperan penting dalam evolusi Bulan dan Bumi.
"Menurut model yang berlaku tersebut, kira-kira setengah material yang membentuk Bulan berasal dari benda sebesar Mars yang menumbuk," kata Junjun Zhang, pakar geokimia isotop dari University of Chicago.
Namun, berdasarkan temuan terbaru Zhang yang dilakukan dengan menganalisis isotop titanium, material pembentuk Bulan, hanya didominasi oleh material yang ada di Bumi.
"Bulan memiliki komposisi titanium yang identik dengan Bumi," kata Zhang seperti dikutip New York Times, Senin (2/4/2012).
Untuk mendapatkan hasil tersebut, Zhang dan rekannya menganalisis sampel batuan Bulan yang diambil dalam misi Apollo pada tahun 1960-an dan 1970-an. Peneliti membandingkan sampel rasio isotop titanium di batuan Bulan dan Bumi.
Studi juga menemukan bahwa meteorit memiliki rentang isotop titanium yang lebih luas.
"Hal itu menunjukkan pada kita bahwa benda angkasa yang menghantam Bumi sepertinya tidak memiliki komposisi yang sama dengan Bumi," ungkap Zhang.
"Dengan demikian, model tumbukan besar yang berlaku sekarang mungkin perlu dikaji ulang," tambah Zhang.
Studi Zhang yang dipublikasikan di jurnal Nature Geoscience pada 25 Maret 2012 lalu memang belum bisa menguraikan sejarah pembentukan Bulan dengan pasti. Walau demikian, kata Zhang, studi menunjukkan bahwa homogenitas isotop titanium berperan penting dalam evolusi Bulan dan Bumi.
Hipotesis Baru Pembentukan Bumi
Ian Campbell dan Hugh O'Neill dari Australia National University (ANU) mengemukakan bahwa Bumi terbentuk dari mekanisme yang berbeda dari yang dipercaya saat ini.
Hasil penelitian mereka menantang teori bahwa Bumi terbentuk dari material yang sama dengan Matahari. Dengan demikian, Bumi punya komposisi chondrit.
Chondrit adalah meteorit yang terbentuk di nebula yang mengelilingi Matahari 4,6 miliar tahun lalu. Meteorit ini berharga karena punya hubungan langsung dengan material awal Tata Surya.
"Selama puluhan tahun, diasumsikan bahwa Bumi memiliki komposisi yang sama dengan Matahari, selama elemen paling volatil seperti hidrogen dikecualikan," ungkap O'Neill.
Teori itu didasarkan pada pandangan bahwa semua benda di Tata Surya memiliki komposisi yang sama. Karena Matahari menyusun 99 Tata Surya, maka penyusun benda di Tata Surya pada dasarnya material Matahari.
Menurut Campbell dan O'Neill, Bumi terbentuk dari tumbukan benda serupa planet yang berukuran lebih besar. Benda angkasa tersebut sudah cukup masif dan memiliki lapisan luar.
Pandangan tersebut didukung oleh hasil penelitian Campbell selama 20 tahun di kolom batuan panas yang muncul dari lapisan dalam Bumi, disebut pluma mantel.
Berdasarkan penelitiannya, Campbell tak menemukan unsur seperti Uranium dan Thorium yang diduga memberi petunjuk bahwa Bumi tercipta dari material chondrit.
"Pluma mantel tidak melepaskan panas yang cukup yang mendukung adanya reservoir ini. Konsekuensinya, Bumi tidak memiliki komposisi yang sama dengan chondrit atau Matahari," ungkap Campbell.
Lapisan luar Bumi purba, kata Campbell seperti dikutip Universe Today, Jumat (30/3/2012), memiliki unsur yang menghasilkan panas yang berasal dari tumbukan dengan planet lain.
"Ini menghasilkan Bumi yang memiliki lebih sedikit unsur yang menghasilkan panas dibandingkan meteorit chondrit, yang menerangkan mengapa Bumi tak memiliki komposisi yang sama," jelas O'Neill.
Hasil penelitian Campbell dan O'Neill dipublikasikan di jurnal Nature, Kamis (29/3/2012).
NASA Rencanakan Satelit Pemanen Tenaga Surya
Teknologi tenaga surya terus mengalami kemajuan, mulai dari panel surya sederhana sampai panel yang lebih efisien. Tetapi para ilmuwan NASA percaya langkah memaksimalkan energi berbasis matahari berikutnya akan tercapai melalui satelit permanen tenaga surya.
Idenya adalah menggunakan satelit dengan susunan cermin untuk mengumpulkan energi Matahari. Energi yang terkumpul akan dikirim kembali ke bumi dalam bentuk pancaran microwave. Demikian diwartakan PC World, Jumat (13/4/2012).
NASA berpendapat cara itu cukup realistis sehingga mereka mendanai kelompok Artemis Innovation Management Solutions untuk mengembangkan Solar Power Satellite via Arbirtrarily Large Phased Array (SPS-ALPHA).
Satelit ini akan berbentuk tulip dan dilengkapi film tipis cermin untuk memantulkan sinar matahari ke dalam sel photovoltaic. Energi matahari yang terkumpul akan diubah menjadi gelombang mikro, kemudian dikirim kembali ke stasiun penerima di Bumi dengan frekuensi dan intensitas rendah.
Pembangkit tenaga listrik di Bumi akan mengubah energi microwave menjadi listrik dan menambahkannya ke jaringan listrik. NASA mengatakan bahwa setiap susunan kaca bisa saja menghasilkan puluhan hingga ribuan megawatt energi.
Kawah Tumbukan Petunjuk Kehidupan di Mars
Peluang menemukan kehidupan di Mars bisa ditingkatkan dengan meneliti kawah hasil tumbukan asteroid yang ada di Bumi.
Ilmuwan dari University of Edinburgh mengatakan bahwa organisme ditemukan di sebuah kawasan di Amerika Serikat, di mana asteroid menghantam permukaannya 35 juta tahun yang lalu. Mereka percaya bahwa kawah tumbukan memberikan habitat baik bagi mikroorganisme untuk tumbuh.
Penemuan tersebut menunjukkan bahwa kawah tumbukan di planet lain juga bisa menyembunyikan kehidupan. Untuk menemukan mikroba tersebut, ilmuwan melakukan pengeboran hingga 2 km di bawah permukaan salah satu kawah tumbukan asteroid terbesar di Bumi, di Chesapeake, AS.
Sampel dari studi menunjukkan bahwa mikroorganisme secara tak terduga menyebar ke permukaan batuan. Ini membuktikan bahwa lingkungan kawah tumbukan terus berkembang sejak 35 juta tahun yang lalu.
Peneliti mengungkapkan bahwa panas yang dihasilkan dari tumbukan mungkin akan membunuh segala makhluk hidup di permukaan kawah. Namun, rekahan dari asteroid menyediakan ruang bagi air dan nutrisi yang mengalir memberi kesempatan berkembangnya makhluk hidup.
Ilmuwan percaya, asterkawah tumbukan memberi perlindungan bagi makhluk hidup dari perubahan iklim, seperti pemanasan global dan zaman es.
Charles Cockell, peneliti University of Edinburgh, mengatakan, "area rekahan di sekeliling kawah tumbukan memberikan tempat perlindungan bagi mikroorganisme sehingga bisa berkembang dalam jangka waktu lama."
"Penemuan kami mengindikasikan bahwa sub-permukaan kawah di Mars mungkin menjadi tempat yang menjanjikan untuk mencari bukti kehidupan," tambah Cockell seperti dikutip BBC
"Kembaran" Tata Surya Ditemukan
Sistem dengan bintang induk HD 10180 menghebohkan dunia astronomi pada tahun 2010. Selain tata surya, sistem keplanetan itu menjadi yang terbesar karena memiliki tujuh planet. Kini, sistem keplanetan berjarak 127 tahun cahaya itu kembali menjadi perhatian. Jumlah planet yang mengorbit HD 10180 ternyata bukan hanya tujuh, melainkan sembilan.
Miko Tuomi dari University of Hertfordshire adalah astronom di balik penemuan ini. Ia memublikasikan hasil risetnya di jurnal Astronomy and Astrophysics, Jumat (6/4/2012). Tuomi menganalisis data hasil observasi instrumen High Accuracy Radial Velocity Planet Searcher pada teleskop 3,6 meter di Observatorium La Silla, Cile. Sebelumnya, pengamatan di European Southern Observatory menemukan enam planet ekstrasurya serta satu planet yang masih perlu dikonfirmasi keberadaannya. Lima planet merupakan planet serupa Neptunus dengan massa 12-25 kali massa Bumi. Sementara satu lagi adalah planet serupa Saturnus bermassa 65 kali Bumi dengan waktu revolusi 2200 hari. Selain meyakinkan adanya enam planet, penelitian Tuomi juga membuktikan adanya planet ketujuh yang bermassa 1,4 massa Bumi dan menemukan dua planet tambahan. Dua planet tambahan diketahui merupakan planet Bumi Super. Ukuran dua planet tersebut masing-masing 1,9 kali massa Bumi dan 5,1 kali massa Bumi. Planet ketujuh mengorbit HD 10180 dalam waktu hanya 1,2 hari Bumi. Dua planet tambahan yang ditemukan mengorbit dalam waktu 10 dan 68 hari Bumi. Dengan waktu orbit yang begitu singkat, dua planet tambahan yang ditemukan berjarak sangat dekat dengan bintangnya. Kondisinya sangat panas sehingga air dan kehidupan sulit untuk didapati.
Dengan jumlah sembilan planet, sistem keplanetan dengan bintang induk HD 10180 bisa disebut "kembaran" tata surya. Jumlah planet sama dengan jumlah planet di tata surya ditambah Pluto. Sistem keplanetan HD 10180 juga memiliki kesamaan lain dengan tata surya. Bintang HD 10180 sendiri merupakan bintang katai kuning, memiliki massa sebanding dengan Matahari.
Langganan:
Postingan (Atom)