Modul Pertama Stasiun Luar Angkasa China Segera Meluncur
Persiapan modul luar angkasa pertama China telah memasuki tahap
akhir. Wahana yang merupakan prototipe stasiun luar angkasa masa depan
itu dijadwalkan untuk mengangkasa minggu ini.
Modul
tanpa awak yang diberi nama Tiangong (Istana Surgawi) 1 tersebut semula
dijadwalkan meluncur antara tanggal 27-30 September. Namun adanya
prediksi cuaca dingin membuat jadwal peluncuran bergeser ke tanggal 29
atau 30 September.
Tiangong 1 akan diluncurkan
dari Jiuquan Satellite Launch Center di barat laut China dengan
menggunakan roket Chinese Long March 2F. Selain itu, Tiangong 1
dirancang untuk terkoneksi dengan tiga wahana angkasa lain yaitu
Shenzhou8, Shenzhou 9, dan Shenzhou 10 yang akan diluncurkan kemudian.
Apablia berhasil, manuver seluruh wahana angkasa tersebut akan menandai docking stasiun luar angkasa pertama China di orbit.
Para
ahli berpendapat, upaya tersebut merupakan langkah maju yang signifikan
bagi program luar angkasa China. Sekaligus menunjukkan kemajuan penting
dari rencana pembangunan stasiun luar angkasa seberat 60 ton pada tahun
2020.
Tiangong 1 akan membawa perlengkapan
medis maupun peralatan eksperimen pada penerbangannya. Seluruh teknisi
sudah memastikan modul tersebut berada dalam kondisi terbaik dan siap
diluncurkan. Mereka bahkan sudah melakukan simulasi peluncuran pada
Minggu sore (25/9). "Tempat peluncuran sudah sangat siap mendukung misi
Tiangong 1," kata Cui Jijun, Kepala Sistem Peluncuran dan Direktur
Jiuquan Satellite Launch Center.
NASA Rilis Peta Topografi Digital
NASA merilis peta topografi digital bumi terbaik yang pernah ada, pada Senin (17/10). Peta yang disebut dengan global digital elevation model
tersebut dibuat dengan citra yang diambil oleh Japanese Advanced
Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer (ASTER), instrumen
yang terdapat di satelit TERRA milik NASA.
Peta tersaji dalam
bentuk 3D, dibuat dengan menggabungkan sepasang gambar 2D untuk
menciptakan kedalaman. Versi pertama dari peta ini telah dirilis NASA
dan Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang pada tahun
2009.
"ASTER global digital elevation model sudah menjadi
peta topografi yang paling komplet dan konsisten di dunia. Dengan
pengembangan ini, resolusi yang dimiliki dalam banyak aspek sebanding
dengan data AS dari Shuttle Radar Topography Mission NASA dan mampu
mencakup wilayah yang lebih luas," kata Woody Turner, ilmuwan yang
terlibat program ASTER di kantor pusat NASA, Washington.
Data
ASTER mencakup 99 persen wilayah dataran Bumi, yang membentang dari 83
derajat lintang utara hingga 83 derajat lintang selatan.
Versi
peta yang telah dikembangkan berhasil menambah 260.000 pasangan gambar
stereo untuk meningkatkan cakupan wilayah. Fiturnya mencakup resolusi
spasial yang telah dikembangkan, peningkatan akurasi vertikal dan
horizontal, cakupan yang lebih realistis di wilayah perairan, serta
kemampuan mengidentifikasi danau yang diameternya hanya 1 km.
Peta ini tersedia dalam jaringan dan bisa diakses siapa pun tanpa biaya. "Data dari peta bisa
diaplikasikan secara luas, dari perencanaan pembangunan jalan raya dan
perlindungan tanah yang punya nilai lingkungan dan kultural, hingga
mencari potensi alam tertentu," kata Mike Abrams, pemimpin tim ilmuwan
ASTER di Jet Propulsion Laboratory di Pasadena.
Bangkai Satelit ROSAT Jatuh di Asia
Satelit riset yang sudah tak terpakai milik Jerman, Roentgen
Satellite (ROSAT) pada Minggu (23/10) lalu dipastikan jatuh di Teluk
Bengali, tepatnya pukul 01.50 GMT. Agensi ruang angkasa Jerman (DLR)
memastikan hal tersebut.
Sebelumnya, para pakar masih belum bisa memastikan lokasi jatuhnya
ROSAT meski sudah bisa memperkirakan waktu jatuhnya. Konfirmasi dari DLR
membawa kepastian bahwa bangkai satelit tersebut jatuh di lautan dan
bukan di kawasan berpenghuni.
Satelit sebesar mobil minivan tersebut diperkirakan terbakar
sebagian di angkasa saat menembus atmosfir pada kecepatan 450 km per
jam. Akan tetapi masih ada sekitar 30 bagian satelit yang tidak hancur
dan terjun bebas ke Bumi.
Bagian satelit yang tidak hancur tersebut merupakan observatorium
sinar-X, yang terdiri dari cermin tahan panas dan komponen lain yang
berbahan keramik, dengan berat diperkirakan mencapai 1,6 ton.
Satelit ROSAT diluncurkan Juni 1990, merupakan misi gabungan antara
Jerman, Amerika Serikat dan Inggris. Satelit observatorium seberat
2.426 Kg itu merupakan teleskop sinar-X yang mempelajari radiasi dari
bintang-bintang, nebula, lubang hitam (black holes) dan supernova.
ROSAT telah membantu ilmuwan dalam menambah pemahaman mereka akan
asal-muasal, struktur dan evolusi alam semesta. Satelit tersebut
dirancang untuk misi 18 bulan, akan tetapi mampu beroperasi melebihi
jangka waktu misinya.
Bulan lalu, bangkai satelit milik NASA, Upper Atmosphere Research
Satellite (UARS), juga jatuh ke bumi dan menghantam Samudera Pasifik
pada 24 September. UARS jauh lebih besar dari ROSAT dengan bobot seberat
6,5 ton, namun komponen yang kembali ke bumi diperkirakan berbobot
total setengah ton.
Saat ini muncul pemikiran untuk memperketat kebijakan mengenai
batasan jumlah puing satelit yang kembali ke Bumi setelah masa pakainya
berakhir. Akan tetapi kebijakan tersebut tampaknya masih akan berlaku
lama.
Stasiun-stasiun pengamatan ruang angkasa biasanya setiap hari
melihat sedikitnya ada satu serpihan sampah angkasa yang jatuh secara
tak terkendali.
Penglihatan Astronaut Terganggu Setelah Menjalankan Misi
Pengelihatan pada astronaut yang menjalani misi panjang di angkasa
ternyata mengalami masalah. Penelitian terbaru mengatakan bahwa
pengelihatan astronaut dapat menjadi kabur. Hal ini mengakibatkan
masalah baru untuk misi ke luar angkasa berikutnya, seperti perjalanan
ke asteroid dan Mars yang sudah direncanakan.
Peneliti mengambil tujuh orang astronaut yang berumur rata-rata 50 untuk dijadikan sampel. Ketujuh astronaut itu telah menjelajah angkasa untuk enam bulan atau lebih. Mereka mengeluhkan pengelihatan yang menjadi kabur saat bekerja dan tinggal di laboratorium. "Astronaut yang berumur lebih dari 40 tahun, lensa mata mereka akan kehilangan daya untuk merubah fokus," jelas ophthalmologist Thomas Mader.
Tim peneliti menemukan adanya keabnormalan pada pengelihatan astronaut, termasuk perubahan pada lapisan, cairan, dan syaraf bola mata. Peneliti berprediksi bahwa ini bisa terjadi karena adanya tekanan di dalam kepala para astronaut yang biasa disebut dengan tekanan intrakranial. "Tapi astronaut tidak pernah mengeluhkan adanya tanda-tanda tekanan intrakranial dalam diri mereka," bantah tim peneliti.
Thomas berpendapat bahwa hal ini mungkin terjadi karena adanya cairan yang berpindah ke bagian depan kepala saat astronaut mengalami antigravitasi di luar angkasa. Sampai sekarang, peneliti masih mencari astronaut yang mungkin terkena efek lebih sedikit, sehingga bisa diteliti dan merencanakan ulang perjalanan ke Mars.
Peneliti mengambil tujuh orang astronaut yang berumur rata-rata 50 untuk dijadikan sampel. Ketujuh astronaut itu telah menjelajah angkasa untuk enam bulan atau lebih. Mereka mengeluhkan pengelihatan yang menjadi kabur saat bekerja dan tinggal di laboratorium. "Astronaut yang berumur lebih dari 40 tahun, lensa mata mereka akan kehilangan daya untuk merubah fokus," jelas ophthalmologist Thomas Mader.
Tim peneliti menemukan adanya keabnormalan pada pengelihatan astronaut, termasuk perubahan pada lapisan, cairan, dan syaraf bola mata. Peneliti berprediksi bahwa ini bisa terjadi karena adanya tekanan di dalam kepala para astronaut yang biasa disebut dengan tekanan intrakranial. "Tapi astronaut tidak pernah mengeluhkan adanya tanda-tanda tekanan intrakranial dalam diri mereka," bantah tim peneliti.
Thomas berpendapat bahwa hal ini mungkin terjadi karena adanya cairan yang berpindah ke bagian depan kepala saat astronaut mengalami antigravitasi di luar angkasa. Sampai sekarang, peneliti masih mencari astronaut yang mungkin terkena efek lebih sedikit, sehingga bisa diteliti dan merencanakan ulang perjalanan ke Mars.
NASA Kehilangan Koleksi Batu dari Bulan
Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) kehilangan 500 batu dari
Bulan yang selama ini menjadi koleksi. Bukan hanya batu, tapi juga
meteorit, pecahan komet, dan benda-benda luar angkasa lain yang hilang
atau diambil orang sejak tahun 1970.
Jumlah
ini termasuk 218 sampel dari Bulan yang sempat dicuri dan dikembalikan.
Serta sekitar dua lusin batu dari Bulan dan pecahannya yang dilaporkan
juga hilang tahun lalu, demikian dilansir Agen Inspeksi Umum NASA, Kamis
(8/12).
Kehilangan ini disebabkan beberapa
faktor, di antaranya kelalaian dan kurangnya kontrol dalam kepemilikan.
Saat ini , NASA sudah meminjamkan 26 ribu sampel dari Bulan yang
dibagikan pada pihak peneliti dan beberapa museum. Namun, proses
pengembaliannya selalu terkendala kelalaian antar petugasnya.
Sebagai
contoh saat NASA meminjamkan sampel dari Bulan pada Observatorium
Astronomi Delaware. Para peneliti di Delaware mengklaim sudah
mengembalikan contoh tersebut, namun belum kembali ke tangan NASA.
Sesudah insiden ini, NASA melakukan audit pada koleksi luar angkasanya.
Di
luar kasus tersebut, ternyata diketahui pula 19 persen dari peminjaman
pada kaum peneliti juga berakhir dengan hilangnya sampel karena
kelalaian si peminjam. Sebab ada peneliti 'nakal' yang menghancurkan
sampel atau meminjamkan batu-batu tersebut.
Contoh
yang hilang atau dihancurkan termasuk 22 meteorit dan 2 meteor yang
didapat dari misi yang dilakukan dengan susah payah. Bahkan ada dua
kasus di mana si peneliti masih memiliki sembilan batu Bulan yang
didapatnya sejak 35 tahun lalu dan 10 pecahan meteor sejak 14 tahun
lalu.
Meski demikian, ini tidak membuat NASA
kapok dalam meminjamkan asetnya kepada pihak lain. Hanya saja kali ini
mereka akan memiliki rekomendasi yang lebih spesifik agar sampel yang
dipinjamkan mudah dilacak." NASA tidak menganggap harta karun nasional
ini dalam kondisi resiko tinggi," kata juru bicara NASA, Michael
Rusia Kemungkinan Mengulang Proyek Phobos-Grunt
Rusia akan kembali mengirim satelit peneliti ke salah satu bulan di
planet Mars, Phobos, jika tidak diikutsertakan dalam program ExoMars
oleh Agensi Luar Angkasa Eropa (ESA). Dalam program itu, ESA berencana
mengirimkan pesawat antariksa, ExoMars Trace Gas Orbiter, di tahun 2016.
Dua tahun berselang, ESA juga akan mengirim robot penjelajah.
"Kami tengah melakukan negosiasi dengan ESA mengenai partisipasi Rusia dalam proyek ExoMars. Jika tidak ada kesepakatan yang terjadi, kami akan mengulangnya (misi peluncuran Phobos-Grunt)," demikian ujar Vladimir Popovkin, Kepala Agensi Luar Angkasa Rusia, Roscosmos, Senin (6/2).
Sebelumnya, Rusia sempat mengirim satelit Phobos-Grunt untuk meneliti Phobos di tahun 2011. Proyek ini merupakan usaha penjelajahan planet oleh Rusia yang disebut usaha 'paling ambisius'. Satelit ini diluncurkan pada 9 November dari Baikonur Cosmodrome, Kazakhstan, dan direncanakan mendarat di Phobos pada Februari 2013.
Namun, misi ini gagal dan membuat Phobos-Grunt terkatung-katung di orbit Bumi. Meski ada upaya perbaikan, Phobos-Grunt tetap gagal mencapai tujuan utamanya. Satelit berbobot 13.200 kilogram ini akhirnya jatuh kembali ke Bumi, tepatnya ke Samudra Pasifik, pada 15 Januari 2012 lalu.
"Kami tengah melakukan negosiasi dengan ESA mengenai partisipasi Rusia dalam proyek ExoMars. Jika tidak ada kesepakatan yang terjadi, kami akan mengulangnya (misi peluncuran Phobos-Grunt)," demikian ujar Vladimir Popovkin, Kepala Agensi Luar Angkasa Rusia, Roscosmos, Senin (6/2).
Sebelumnya, Rusia sempat mengirim satelit Phobos-Grunt untuk meneliti Phobos di tahun 2011. Proyek ini merupakan usaha penjelajahan planet oleh Rusia yang disebut usaha 'paling ambisius'. Satelit ini diluncurkan pada 9 November dari Baikonur Cosmodrome, Kazakhstan, dan direncanakan mendarat di Phobos pada Februari 2013.
Namun, misi ini gagal dan membuat Phobos-Grunt terkatung-katung di orbit Bumi. Meski ada upaya perbaikan, Phobos-Grunt tetap gagal mencapai tujuan utamanya. Satelit berbobot 13.200 kilogram ini akhirnya jatuh kembali ke Bumi, tepatnya ke Samudra Pasifik, pada 15 Januari 2012 lalu.
Upaya Memecahkan Rekor Terjun Bebas dari Luar Angkasa
Felix Baumgartner, penerjun payung asal Austria, akan mencoba memecahkan
rekor dunia dengan terjun dari ketinggian 36,5 kilometer. Untuk bisa
melakukannya, Baumgartner akan menggunakan kapsul yang diterbangkan
dengan balon khusus dan membantunya terjun bebas dari luar angkasa.
Usaha ini sebelumnya sempat ia coba di tahun 2010, namun terbentur masalah hukum. Setelah tertunda dua tahun, Baumgartner akan mencoba menuntaskan ambisinya pada pertengahan tahun 2012.
Jika usaha ini berhasil, maka Baumgartner akan memecahkan empat rekor dunia. Mulai dari rekor ketinggian, jarak yang ditempuh untuk terjun bebas, dan ketinggian untuk penerbangan menggunakan balon.
Serta yang paling sensasional adalah memecahkan rekor kecepatan tertinggi karena membuatnya mengalahkan kecepatan suara tanpa menggunakan pesawat apa pun dan hanya bermodalkan tubuhnya saja."Ini adalah cita-cita terbesar yang bisa saya impikan," kata Baumgartner seperti dikutip dari Physorg, Kamis (16/2).
"Jika kita bisa membuktikan bahwa Anda bisa mengalahkan kecepatan suara dan tetap hidup, maka ini akan jadi (pengetahuan) menguntungkan untuk eksplorasi luar angkasa,"
Kecepatan suara di udara dengan suhu 20 derajat celcius mencapai 1.236 kilometres per jam. Atau sekitar satu kilometer tiap tiga detik. Untuk mengalahkan kecepatan ini, Baumgartner akan menggunakan alat bantu. Di antaranya baju khusus serupa dengan baju astronot, helm dengan suplai oksigen hingga 20 menit, dan peralatan khusus yang digunakan menangkap data sepanjang penerjunan.
Usaha ini sebelumnya sempat ia coba di tahun 2010, namun terbentur masalah hukum. Setelah tertunda dua tahun, Baumgartner akan mencoba menuntaskan ambisinya pada pertengahan tahun 2012.
Jika usaha ini berhasil, maka Baumgartner akan memecahkan empat rekor dunia. Mulai dari rekor ketinggian, jarak yang ditempuh untuk terjun bebas, dan ketinggian untuk penerbangan menggunakan balon.
Serta yang paling sensasional adalah memecahkan rekor kecepatan tertinggi karena membuatnya mengalahkan kecepatan suara tanpa menggunakan pesawat apa pun dan hanya bermodalkan tubuhnya saja."Ini adalah cita-cita terbesar yang bisa saya impikan," kata Baumgartner seperti dikutip dari Physorg, Kamis (16/2).
"Jika kita bisa membuktikan bahwa Anda bisa mengalahkan kecepatan suara dan tetap hidup, maka ini akan jadi (pengetahuan) menguntungkan untuk eksplorasi luar angkasa,"
Kecepatan suara di udara dengan suhu 20 derajat celcius mencapai 1.236 kilometres per jam. Atau sekitar satu kilometer tiap tiga detik. Untuk mengalahkan kecepatan ini, Baumgartner akan menggunakan alat bantu. Di antaranya baju khusus serupa dengan baju astronot, helm dengan suplai oksigen hingga 20 menit, dan peralatan khusus yang digunakan menangkap data sepanjang penerjunan.
Rotasi Venus Kini Makin Lambat
Perputaran planet Venus kini makin lambat. Pada dekade 90-an, para
ilmuwan menyebut satu hari Venus -waktu yang diperlukan planet Venus
untuk menyelesaikan satu putaran- setara dengan 243,018 hari di Bumi.
Kini,
misi eksplorasi Venus milik Badan Antariksa Eropa (ESA), Venus Express
menyebutkan bahwa perputaran Venus melambat dan satu hari di Venus kini
6,5 menit lebih lama.
Sementara itu para
ilmuwan belum mengetahui penyebab perlambatan tersebut. Sue Smrekar,
peneliti di Jet Propulsion Lan milik NASA di California semula menduga
ada kesalahan data. "Tapi setelah melihat kembali datanya, saya yakin
hasilnya benar. Itu berarti sesuatu telah melambatkan perputaran planet
tersebut dan kami belum tahu apa itu."
Lamanya
hari di Bumi bisa berubah dalam hitungan mili detik tergantung dari
angin, pasang-surut dan temperatur. Sue menduga alasan yang sama juga
terjadi di Venus. Kemungkinan kerena ketebalan atmosfir Venus dan angin
kecepatan tinggi yang menekan perputaran planet.
Planet
yang rotasinya berlawanan dengan arah rotasi kebanyakan planet memiliki
atmosfir padat yang lebih dari 90 kali tekanan pada permukaan laut di
Bumi.
Perubahan yang terjadi di Venus penting
diketahui untuk misi-misi di masa datang. Para ilmuwan menggunakan data
tersebut untuk merencanakan misi ke planet dan memilih tempat untuk
pendaratan. Putaran baru ini menunjukkan bahwa sejumlah hal di Venus
berada 20 kilometer lebih jauh dari perhitungan semula.
Ilmuwan Replikasi Suara di Mars dan Venus
Para astronot yang pernah menjelajahi luar angkasa biasanya hanya
fokus dengan data yang diambil dengan kamera, radar, dan hanya beberapa
yang membawa mikropon. Akan tetapi belum ada yang berhasil mendengar
suara-suara di dunia lain tersebut.
Tim ilmuwan dari Southampton University mencoba mereplikasi
suara-suara alami di planet luar mulai dari suara petir di Venus,
hembusan angin di Mars dan gunung es di Titan, bulan terbesar milik
Saturnus.
Mereka juga membuat model dari efek-efek atmosfir yang berbeda-beda,
tekanan dan suhu pada suara manusia di Mars, Venus dan Titan.
Profesor Tim Leighton dari Institute for Sound and Vibration
Research, Southampton University mengungkapkan keyakinannya pada
perhitungan yang mereka lakukan.
"Kami menerapkan perhitungan fisika dengan sangat ketat terhadap
atmosfir, tekanan dan dinamika cairan. Di Venus nada suara kita
terdengar lebih dalam. Itu karena kepadatan atmosfir di planet tersebut
menyebabkan pita suara kita bergetar lebih lambat," kata Leighton.
"Akan tetapi kecepatan suara di atmosfir di Venus jauh lebih cepat
dibanding di Bumi, sehingga mempengaruhi otak dalam menginterpretasikan
ukuran asal suara (kira-kira seperti cara pikir nenek moyang kita yang
menebak ukuran binatang dari suaranya, apakah cukup kecil sehingga aman
untuk dimakan atau terlalu besar dan berbahaya)."
Menurut Leighton, saat kita mendengar suara di Venus kita akan
mengira bahwa asal suara berukuran kecil, tapi dengan suara bas yang
dalam. "Di Venus, suara manusia terdengar seperti bas Smurfs," ujarnya.
Profesor Leighton yang dalam sepuluh tahun belakangan sudah berkutat
dengan suara-suara luar angkasa dan pernah membuat tiruan suara air
terjun metana di luar angkasa, mengungkap bahwa dirinya sangat tertarik
dengan suara-suara di luar angkasa.
"Jika astronot tinggal di Mars selama beberapa bulan, lalu mereka
memutar instrumen musik, atau bahkan menciptakannya di sana, kira-kira
seperti apa ya suaranya?"
"Sebagai ilmuwan, saya memperhitungkan hal paling menarik untuk
dikerjakan adalah sesuatu yang sama sekali baru, sesuatu yang belum
pernah dibuat sebelumnya," papar Leighton.
Suara-suara luar angkasa tersebut akan disertakan di
pertunjukan Flight Through The Universe pada perayaan Paskah di Astrium
Planetarium di INTECH dekat Winchester, Hampshire, Inggris.
HIP 11952, Planetnya Para Alien
Para astronom berhasil menemukan sistem planet yang telah lahir
sekitar 13 juta tahun yang lalu. Dalam sistem planet tersebut terdapat
bintang yang dinamakan HIP 11952 dan dua planet besar seukuran Jupiter
yang diasumsikan merupakan planet para alien. Jaraknya dari bumi sekitar
375 juta tahun cahaya dan arahnya di garis lintas Cetus.
Menurut MSN.com,bila diambil dari rentetan usia teori Bing Bang
atau teori penciptaan alam semesta dari ledakan besar, usia dari planet
dan bintang tersebut sekitar 12.8 juta tahun dan 900 juta tahun lebih
muda dari usia alam semesta. Johny Setiawan, peneliti asal Indonesia
dari Max Planck Institute for Astronomy di Heidelberg, Jerman,
mengatakan, planet dan bintang tersebut adalah salah satu penemuan
bersejarah yang terbaru untuk saat ini.
Setiawan juga menamakan planet alien tersebut dengan nama HIP 11952b
dan HIP 11952c. Menurutnya, planet-planet tersebut telah mulai beranjak
dewasa ketika tata surya kita baru saja terbentuk. Dalam HIP 11952,
hanya terdapat beberapa unsur hidrogen dan helium. Para astronom
menyebutnya 'bintang miskin' karena tidak ditemukan apapun selain
hidrogen dan helium. Namun, para astronom masih belum bisa menentukan
bentuk dari bintang tersebut.
Pada tahun 2010 lalu, para astronom juga pernah menemukan hal
sejenis. Mereka telah berhasil mengeksplorasi eksoplanet dari galaksi
lain yang diberi kode nama HIP 13044. Eksoplanet ini merupakan bintang
yang 'lari' dari hisapan galaksi bima sakti jutaan tahun lalu. Peneliti
juga mengemukakan bahwa HIP 13044 dan HIP 11952 memiliki kemiripan dari
segi unsur yang terkandung di dalamnya.
Karena banyak yang mengatakan bahwa HIP 11952 adalah planetnya para
alien, maka banyak peneliti yang mencoba menggali dan mengeksplorasi
lebih dalam mengenai HIP 11952 tersebut. Apabila memang terbukti HIP
11952 adalah ekosistem para alien, maka teori alam semesta bukan hanya
diciptakan untuk manusia saja akan terbukti.
Langganan:
Postingan (Atom)